
Umat Buddha Tiongkok, Tibet dan negara lainnya sama-sama memuliakan Avalokitesvara (Sansekerta), yang berarti ia yang mengamati dan mendengar suara penderitaan dunia, diterjemahkan Kwan Im (Tiongkok), Cherenzig (Tibet), Kanon (Jepang), Gwan-eum (Korea), Qwan Am (Vietnam) dan sebutan lain dalam berbagai bahasa. Indonesia menyerap istilah Sansekerta dan Tiongkok. Baik Kwan Im, Guan Yin, Awalokiteswara, hingga Dewi Welas Asih.
Jadi ketika Orba melarang penggunaan bahasa dan adat istiadat Tionghoa, nama tempat ibadah umat Buddha diterjemahkan ke bahasa Sansekerta yang bisa diterima aturan diskriminatif tersebut.
Kwan Im Teng tertua di Batavia yang didirikan 1600-an, dan telah dipugar pasca kerusuhan 1740 dan berganti nama menjadi Jin De Yuan, diubah menjadi Wihara Dharma Bhakti. Hal sama juga terjadi pada Kwan Im Teng tertua sejaman di Banten, menjadi Vihara Avalokitesvara, demikian juga yang terjadi pada Kwan Im Teng di Mangga Besar. Bahkan pada masa lalu, nama jalan disana adalah Jalan Kwan Im. Sementara Kwan Im Teng di Cirebon yang semual bernama Tio Kak Sie menjadi Wihara Dewi Welas Asih. Tay Kak Sie di Semarang yang juga menempatkan Kwam Im sebagai dewata utama, tidak berganti nama.
Tidak hanya menyesuaikan kwan im teng-kwan im teng yang ada. Akibat larangan penggunaan bahasa Mandarin, mantra umat Buddha Mahayana yang sudah tentu versi Mandarin. Terpaksa mulai memperkenalkan kembali versi aslinya yaitu dalam bahasa Sansekerta, inilah adaptasi umat Buddha di tengah penindasan Orba.
Tidak cukup sampai disitu, masa awal Orba adalah masa dimulainya KTP dengan kolom agama. Hal ini dilakukan paska peristiwa 1965, seolah menempatkan PKI sebagai atheis dan dihadapkan dengan umat beragama. Tapi implementasinya sangat diskriminatif, banyak oknum petugas hanya memberi pilihan 3 agama yaitu Islam, Kristen dan Katolik. Terutama untuk penganut agama-agama lokal dan agama Buddha. Namun di Bali soal kolom agama ini relatif tidak ada persoalan seperti yang terjadi di Jawa.
Memang Orba suka menyederhanakan, dari banyak partai jadi 3 PPP, Golkar, PDI. Organisasi agama juga dikanalisasi dengan wadah tunggal walubi. Ormas kepemudaan pun demikian atas nama stabilitas. Ada yang punya pengalaman juga soal ini? @esa










