Bhikkhu Bhadrasamtaka resmi raih gelar doktor teknologi pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta atau UNJ
Bhikkhu Bhadrasamtaka remi meraih gelar doktornya. Bhiksu dengan nama awam Tejo Ismoyo, kini resmi dapat disebut Dr. Tejo Ismoyo, M.Pd., M.PdB.

Kabar membanggakan datang dari dunia pendidikan Buddhis Indonesia. Bhiksu Bhadratamsaka, yang memiliki nama awam Tejo Ismoyo resmi merai gelar Doktor. Sehingga secara akademis resmi sebagai Dr. Tejo Ismoyo, M.Pd., M.Pd.B. Gelar Doktor diperolehnya untuk Teknologi Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Sidang promosi doktor digelar di Gedung Bung Hatta, Kampus A UNJ, Rawamangun, dan dihadiri oleh para tokoh pendidikan serta anggota Sangha. Prestasi ini menjadi tonggak sejarah tersendiri. Bhiksu Bhadratamsaka merupakan biksu pertama asal Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, yang berhasil mencapai jenjang akademik tertinggi di bidang teknologi pendidikan.

Lahir di Liwa dan dibesarkan di Desa Biha, Kecamatan Pesisir Selatan, Bhiksu Bhadratamsaka dikenal sebagai sosok sederhana dan tekun, dengan komitmen kuat terhadap dunia pendidikan dan pengembangan karakter berbasis nilai-nilai Buddhis. Perjalanan panjang dan penuh dedikasi itu kini membuahkan hasil yang membanggakan, bukan hanya bagi masyarakat Lampung, tetapi juga bagi komunitas pendidikan Buddhis di seluruh Indonesia.

Salah satu yang turut hadir dan memberikan sambutan adalah Biksu Nyanamaitri Mahāsthavira, pendiri STIAB Jinarakkhita. Ia menyampaikan apresiasi mendalam terhadap capaian Bhiksu Bhadratamsaka, seraya menekankan pentingnya karya akademik ini bagi kemajuan pendidikan Buddhis di era digital.

“Kami berharap hasil penelitian beliau tentang Model Pembelajaran Pancasila Buddhis Berbasis Problem Based Learning Menggunakan Microlearning dapat memberikan kontribusi nyata bagi pendidikan Buddhis Indonesia,” ujar Biksu Nyanamaitri yang disambut tepuk tangan hangat dari para hadirin.

Dalam disertasinya, Dr. Tejo Ismoyo memperkenalkan Model Pembelajaran TEBASTIN — akronim dari nama dirinya dan kedua pembimbingnya, Prof. Dr. Basuki Wibawa (promotor) serta Prof. Dr. Etin Solihatin, M.Pd. (ko-promotor). Model TEBASTIN mengintegrasikan empat komponen utama: nilai-nilai Pancasila Buddhis, strategi Problem Based Learning (PBL), media Microlearning, dan praktik mindfulness.

Pendekatan ini dirancang untuk memperkuat karakter peserta didik, melatih kemampuan berpikir kritis, serta menumbuhkan budaya kolaboratif yang relevan dengan tantangan abad ke-21.

Melalui riset tersebut, Dr. Tejo berhasil menghasilkan 25 produk pembelajaran inovatif — mulai dari buku referensi, modul digital, panduan guru dan siswa, LKPD interaktif, video microlearning, hingga lagu-lagu edukatif bernuansa Dharma. Seluruh karya tersebut telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI dan dinilai “Sangat Unggul” (Exceeding the Standard) oleh tim penguji UNJ.

Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa jalur kebhikkhuan dan jalur akademik dapat saling melengkapi. Keduanya tidak terpisah, tetapi berjalan beriringan untuk menghadirkan pendidikan yang berlandaskan kebijaksanaan, moralitas, dan kemanusiaan.

Dalam pesannya, Dr. Tejo berharap pencapaiannya dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda Buddhis Indonesia untuk terus belajar, berkarya, dan berkontribusi bagi bangsa.

“Semoga ini menjadi awal dari langkah-langkah kecil menuju pendidikan Buddhis yang lebih maju, terbuka, dan relevan dengan zaman,” tuturnya dengan rendah hati.

Prestasi Bhiksu Bhadratamsaka menegaskan bahwa semangat Dharma dapat menyala di ruang akademik — membimbing, mendidik, dan menginspirasi.@esa

Sumber: Kabar Nusantara

LEAVE A REPLY