Vihara 400 tahun yaitu Jin De Yuan atau Vihara Dharma Bhakti bangkit dengan dimulainya pemugaran yang ditandai dengan upacara pasang kong liong dipimpin 8 orang bhiksu
Vihara berusia 400 tahun yaitu Kwan Im Teng yang pada 1740 dipugar dan berubah nama menjadi Jin De Yuan dan karena kebijakan orba disesuaikan menjadi Vihara Dharma Bhakti. Setelah kebakaran pada 2015 lalu kini bangkit ditandai upacara pasang kong liong oleh 8 bhiksu

Di tengah gemuruh Jakarta yang tak pernah berhenti bergerak, sebuah ritual untuk memulai pemugaran tempat ibadah tertua umat Buddha di Indonesia dilaksanakan. Upacara yang disebut “Pasang Kong Liong” ini dilakukan di halaman Vihara Dharma Bhakti (Jin De Yuan), Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat. Dengan dipimpin oleh delapan bhiksu Mahayana, yang berdiri mengelilingi meja sembahyang dilengkapi pucuk tebu di kanan kiri, berbagai sesajian, serta bunga. Di hadapannya tampak sebuah balok kayu besar dan panjang dibalut kain merah, siap dikerek oleh para pekerja.

Di bawah pimpinan Yang Mulia Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira, Ketua Umum Sangha Mahayana Indonesia. Mereka memulai upacara pemasangan Kong Liong—balok utama yang menjadi jiwa arsitektur vihara tertua ini. Bagi masyarakat awam, Kong Liong hanyalah bagian dari konstruksi. Tapi bagi komunitas Buddhis-Tionghoa, ia adalah simbol spiritual yang menopang bukan hanya atap, melainkan juga keyakinan, harapan, dan kesinambungan tradisi selama hampir empat abad.

“Kong Liong adalah titik pertemuan langit dan bumi,” kata Ci Shirley, salah satu pengurus vihara, dalam sambutannya. “Ia bukan sekadar kayu, tapi jembatan antara masa lalu dan masa depan.” pungkasnya.

Dari Kwan Im Teng hingga Dharma Bhakti

Vihara Dharma Bhakti, awalnya dikenal sebagai Kwan Im Teng (Paviliun Guanyin). Vihara ini didirikan pada 1650 oleh Luitenant Tionghoa Kwee Hoen. Tempat ibadah dengan dewata utama Bodhisattva Avalokitesvara ini, mengalami kerusakan parah dalam kerusuhan 1740. Kemudian dibangun kembali pada 1755 oleh Kapitan Oei Tjhie dan diganti namanya menjadi Jin De Yuan—“Kebijaksanaan Emas”.

Dalam perbaikan inilah tampaknya sekaligus dilakukan perluasan dan penambahan fungsi. Karena akhiran Yuan setara dengan Arama, yakni vihara dengan fasilitas lebih lengkap.  Tidak hanya untuk ritual, tapi juga ada tempat tinggal dan pendidikan para bhiksu. Hal ini terkonfirmasi dalam temuan penelitian Franke, Salmon & Chun-yin (1997) yang meneliti materi-materi efigrafis Tionghoa di Indonesia. Termasuk temuan di Vihara Dharma Bhakti, berupa prasasti yang memuat nama-nama bhiksu yang pernah tinggal di Jin De Yuan di era kolonial. Hasilnya telah dibukukan dengan judul Chinese Ephigraphic Materials in Indonesia, Vol. 2, Java.

Nama Jin De Yuan, bertahan hingga masa Orde Baru. Kebijakan larangan aksara dan bahasa Mandarin mendorong pengurus mengganti namanya menjadi Vihara Dharma Bhakti. Ia menjadi pusat aktivitas umat Buddha Jakarta, bahkan tak jarang wisatawan berkunjung mengagumi arsitektur klasiknya. Namun, sejarah kembali menguji vihara ini di era reformasi. Pada 2 Maret 2015, kobaran api melalap habis bangunan utamanya. Meski demikian, 3 Patung Buddha berukuran besar dan Kwan Im yang berusia sangat tua berhasil diselematkan. Sejak itu, proses restorasi berjalan lambat karena berbagai kompleksitas yag ada. Meskipun sebenarnya semangat kolektif dari pengurus vihara, Sangha, relawan, donatur, hingga pemerintah setempat tetap menyala.

Pasang Kong Liong

Upacara pemasangan Kong Liong pada Kamis pagi, 27 November 2025 ini bukan hanya tanda dimulainya pembangunan fisik—tapi juga pernyataan bahwa warisan budaya dan spiritual ini tak akan padam.

Delapan bhiksu yang hadir mewakili kehadiran institusi Sangha Mahayana Indonesia. Menegaskan bahwa ritual ini bukan sekadar teknis pembangunan, melainkan peristiwa spiritual yang sakral. Di tengah gema mantra, aroma dupa, dan dentang genta, tambur dan musik liturgi Buddha Mahayana.  Umat dari berbagai latar belakang berkumpul dan mengikuti upacara dengan hikmat. Tokoh masyarakat Buddhis seperti Tommy Winata dan Ibu Dewi Kam, juga tampak larut dalam upacara pagi itu. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa pelestarian vihara yang hampir berusia empat abad ini adalah tanggung jawab bersama. 

Memang, Vihara Dharma Bhakti selama ini lebih dari sekadar tempat ibadah. Ia adalah pusat komunitas, ruang dialog lintas generasi, dan simbol ketahanan budaya Tionghoa-Indonesia di ibu kota. Umat Buddha Tionghoa adalah salah satu penjaga terdepan budaya Tionghoa, sebagaimana umat Buddha dari suku-suku lainnya, adalah penjaga budaya yang penuh welas asih.

Kong Liong: Arsitektur yang Bernyawa

Dalam tradisi arsitektur Tionghoa, Kong Liong adalah elemen paling sakral dalam sebuah bangunan suci. Ia dipasang tepat di puncak struktur, menghubungkan tiang-tiang utama, menopang atap, dan—dalam makna simbolis—mengikat langit, bumi, dan manusia.

Proses pemasangannya pun sarat makna. Kayu dipilih dengan cermat, diukir dengan doa, dan dipasang pada hari dan jam yang ditentukan menurut penanggalan tradisional. Tak heran, upacara ini hanya dilakukan sekali dalam seabad—atau bahkan lebih jarang.

“Setiap paku yang dipalu hari ini adalah doa,” ujar Bhiksu Kusalasasana. “Agar vihara ini terus menjadi tempat welas asih, kebijaksanaan, dan persaudaraan.” 

Menatap Masa Depan

Fase restorasi yang dimulai hari ini diperkirakan akan berlangsung sekitar satu tahun. Namun, seperti yang terasa dalam setiap langkah ritual, yang paling penting bukanlah kecepatan, melainkan niat tulus untuk mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi mendatang.

Di tengah kota yang terus berubah, Vihara Dharma Bhakti bak batu karang—tempat sejarah bernapas, komunitas bertemu, dan kepercayaan tumbuh. Ikonografi Chinese Buddhism yang penuh makna, semoga akan dipertahankan sebaik-baiknya dalam proses restorasi ini.

Saat Kong Liong akhirnya dikatrol naik oleh para pekerja yang dilengkapi alat pengaman dan rompi menyolok. Tak ada sorak-sorai bergemuruh, semua tenang mengikuti irama liturgi Mahayana yang mengantarkan alunan doa yang mengalir perlahan. Doa agar bangunan ini, seperti semangat yang menghidupkannya, tetap berdiri kokoh untuk ratusan tahun lagi. Harapan agar bangunan tempat ibadah ini memberi manfaat bagi semua makhluk. @esa

LEAVE A REPLY