Institut Nagarjuna (IN) menyelenggarakan Launching Sekolah Kepemimpinan Muda Buddhis Indonesia Angkatan I dengan tema “Membentuk Kepemimpinan Muda Buddhis Nasionalis dan Berintegritas” pada hari Sabtu (15/12), bertempat di restoran Eka Ria Jakarta Pusat.
Penyelenggaraan Sekolah Kepemimpinan Muda Buddhis ini dihadiri oleh sekitar 26 peserta dari berbagai latar belakang. Selain itu, 40 orang tamu undangan dan tokoh masyakarat Buddhis juga hadir di acara ini. Rencananya, sekolah ini akan dilanjutkan pada bulan Januari 2019 mendatang dengan total tatap muka sebanyak 8 kali dan menghadirkan pembicara pilihan dari panitia, yang berasal dari berbagai tokoh dan pimpinan lembaga.
“Ini merupakan langkah kami untuk meneruskan cita-cita yang belum tuntas saat menjadi mahasiswa dan anggota Himpunan mahasiswa Buddhis Indonesia”, ujar Isyanto, Direktur Eksekutif IN.
“Dalam aktvitasnya IN selalu bekerja sama dengan pribadi, kelompok, maupun pihak pemerintah. Yang sering halnya, event kali ini, Launching Sekolah Kepemimpinan Muda Buddhis Indonesia, kami dibantu oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, terima kasih Pak Supriyadi.”, tambahnya.
Terkait dengan pengembangan masyarakat, salah satunya yang menjadi konsen IN adalah pengembangan sumber daya manusia. Jadi, IN merasa bukan menyampaikan kelemahan kita tetapi rahasia umum bahwa di buddhis sendiri, SDM kita masih sangat ketinggalan. Meskipun begitu, IN juga memahami bahwa pemahaman akan buddhis dan agama Buddha sudah begitu masifnya baik di vihara maupun di kelompok-kelompok tertentu.
Itulah yang mendasari teman-teman Institut Nagarjuna berkreasi membuat kelas ini, Sekolah Kepemimpinan Muda Buddhis Indonesia. Jadi, harapannya adalah peserta dari sekolah ini adalah mereka aktivis atau pengurus di lembaga, organisasi mahasiswa, atau majelis. Nanti ada Wandani (Wanita Theravada Buddhis Indonesia), ada juga teman-teman Hikmahbudhi, ada juga dari STAB, dan banyak lagi.
Untuk angkatan pertama ini, IN hanya menerima 26 peserta. Isyanto berharap kelas ini tidak hanya angkatan pertama saja namun juga ada angkatan-angkatan berikutnya. Dengan materi yang disampaikan, diharapkan peserta dapat menjadi pemimpin muda buddhis yang nasionalis, pemimpin muda yang punya integritas. “Berintegritas yang saya pahami adalah kesesuaian antara pikiran, hati, ucapan, dan perbuatan”, pungkas Isyanto.
Dalam kesempatan ini, hadir para pembicara, yaitu Bhante Jayamedho yang merupakan perwakilan dari Sangha, lalu Ramah Handoko dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan Khairil Adha selaku Kepala Bidang Kapasitas Pemuda dan Olahraga dengan moderator diskusi Eddy Setiawan Hadir pula Bapak Supriyadi sebagai perwakilan Direktorat Bimbingan Masyarakat Buddha serta Daniel Johan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat komisi-4 sekaligus dewan pembina Institut Nagarjuna.
Sekolah Kepemimpinan Muda Buddhis yang Nasionalis
Kepada sahabat Is dan seluruh pengurus Institut Nagarjuna, hal ini menjadi salah satu terobosan. Menurut Daniel Johan, falsafah indonesia ini semakin ruwet, yang penting kita mulai dulu gerak. Sekolah kepemimpinan ini adalah bagian dari upaya untuk bergerak menuju Indonesia yang lebih baik karena tantangan ke depan kita semakin sulit.
“Dunia saat ini cukup banyak paradoks, paradoks anomali dan di saat yang sama teknologi semakin maju, kita semakin cepat mendapatkan informasi. Jika dibandingkan dengan anak-anak kita, seakan mereka semakin cerdas. Tapi, paradoks di saat yang sama, semakin banyak akses informasi tetapi pengetahuan semakin jauh berkurang ketimbang di zaman orang tuanya, jadi akarnya menjadi lemah. Mudah-mudahan sekolah kepemimpinan ini bisa mengisi ruang-ruang kosong tersebut” tutur Daniel dalam menyampaikan sambutannya.
Generasi mahasiswa sekarang sangat lemah dalam fondasi filsafat. Mungkin ilmunya banyak, tahu segala hal, tetapi fondasi filsafat, mereka jangan-jangan tidak pernah baca. Kalau dulu, kita sangat menghayati baca buku di sekolahan sebelum bicara politik, sebelum bicara ekonomi. Kita kuat dulu di filsafat, kuat dulu di teori dan generasi sekarang itu sangat lemah, menurut Daniel.
Mudah-mudahan sekolah ini bisa mengupas apa yang disebut dengan nasionalis? Sangat nasionalis, sangat cinta indonesia, sangat merah putih, tapi koruptor, itu termasuk nasionalis tidak? Atau sebaliknya, itu nanti pihak KPK yang bisa menjelaskan. Nasionalis dalam bentuk apa yang hakiki, yang kita pelajari di sini, lalu bagaimana hubungannya dengan integritas, bahkan dari filsafat karena justru penting. Filsafat berdirinya negara sampai adanya kesepakatan, bahkan generasi sekarang sudah mulai tidak paham teori-teori mendasar itu, menurut Daniel. “Jadi, dari sekolah ini, kita bisa melahirkan pemimpin-pemimpin yang lebih baik karena bagaimanapun Indonesia membutuhkan itu”, harap Daniel.
Dalam hal ini, Pak Supriyadi menyampaikan kalau Indonesia ini tidak ada pemimpin nasionalis dan berintegritas, maka tentu NKRI tidak akan terjaga. Oleh sebab itu, Pak Supriyadi menyambut baik atas prakarsa kawan-kawan IN.
Mudah-mudahan sekolah ini bukan kali ini saja tetapi berlanjut ke angkatan-angkatan seterusnya. Artinya, akan kita dapatkan agen-agen perubahan, agen-agen yang menjadi panutan masyarakat Indonesia. “Saya berharap kawan IN dan peserta ke depan nantinya menjadi agen perubahan sebagai perwujudan pemimpin yang nasionalis dan berintegritas”, tuturnya.
Dukungan dari KPK
Menurutnya, semua hal yang berbau informasi sekarang bisa dikapitalisasi. Bahkan, yang kita sebut dengan hoaks itu bisa menjadi hal yang bisa membenturkan semua pihak baik tokoh agama, pengikutnya, baik yang irasionalis maupun idealis, semua bentrok-bentrokan. Jadi, kita menggaet semua unsur masyarakat ini dari tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, sampai penyelenggara media.
Ini untuk teman-teman peserta, kadang kalau KPK berbicara ayo bergerak, ayo dukung KPK, ayo kita berantas korupsi, kesannya yang bisa dilakukan hanya demonstrasi. Di KPK itu, setiap hari ada yang demo. Cuma kalau kita perhatikan orangnya, sama aja kayanya, cuma kaosnya aja yang berubah-berubah, spanduknya berubah-berubah, kita tidak menolak mereka, cuma gerakan itu tidak hanya demonstrasi.
Transparansi internasional punya 15 jenis gerakan dalam melakukan protes terhadap perilaku korupsi pejabat-pejabatnya diantaranya adalah Follow the money, Count supplies, Citizen Report Card, Tech Solution, Comic and Cartoons, Theatre and Drama, Board Games, Sports, Integrity Camp, Petition, Election Flag, dan Protest (demonstrasi).
Ternyata, ada yang namanya relawan dan suka relawan. Kalau relawan itu, dapat uang transpor dan uang makan. Kalau suka relawan, benar-benar pure tidak ada bayaran sama sekali.
Ini sebuah contoh peran komunitas dan masyarakat yang digagas oleh KPK. Jadi, KPK punya satu unit yang namanya koordinasi supervisi KPK RI, koordinasi supervisi pencegahan Korsubgah. Dia mengintervensi pemerintah daerah untuk menuangkan sebuah komitmen, seperti fakta integritas. Namanya rencana aksi daerah, salah satu isinya adalah perbaikan layanan publik dan Ramah Handoko ada di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan KPK. Ramah menggarap teman-teman CSO dan komunitas untuk mengawal masyarakat dalam menagih janji rencana aksi ini sehingga layanan publik bisa dimonitor dan kualitasnya terjamin.
“Apa yang harus kita lakukan, saya kembalikan ke teman teman, yang pasti kami di KPK dan semua teman di Kemenpora, di Kemenag juga, kalau mau bikin sesuatu gerakan, ngobrol dengan kita, kita mau buat gerakan apa, ayo kita bersinergi untuk Indonesia yang lebih baik, jangan sampai korupsi menghancurkan bangsa”, tutur Ramah.
____________
Oleh: Wandi Siswanto