Di awal retret tujuh hari berpengantar Bahasa Inggris di Hanoi, Thich Nhat Hanh memberikan gambaran singkat tentang awal karirnya yang jarang diungkapkan. Berikut adalah kutipan dari dua Ceramah Dharma yang mengungkapkan Thay(1) sebagai seorang guru, aktivis sosial, dan penulis yang produktif – dan advokat revolusioner Engaged Buddhism, yang juga disebut Buddhisme Terapan.

Pada tahun 1949 saya adalah salah satu pendiri dari Institut Buddhis Quang di Kota Ho Chi Minh, dan saya mengajar kelas pertama untuk para Sramanera. Pagoda tersebut sangat sederhana, dibangun dari bambu dan rumbia. Nama pagoda ini sebenarnya Ung Quang(2). Nama seorang pengajar Dharma dari Danang, Yang Mulia Tri Huu, dan kami berdualah yang membangun Pagoda Ung Quang. Pada masa itu, perang tengah berlangsung antara Perancis dengan gerakan perlawanan Vietnam.

Lima tahun kemudian, pada tahun 1954, Persetujuan Jenewa ditandatangani dan Vietnam dibagi menjadi dua bagian: Utara komunis, dan Selatan anti-komunis. Lebih dari satu juta orang bermigrasi dari Utara ke Selatan, diantaranya banyak juga umat Katolik. Demikian banyak kesimpangsiuran saat itu di negeri ini.

Di kuil Ung Quang dari waktu ke waktu kami menerima tentara-tentara Prancis yang datang mengunjungi kami. Setelah Dien Bien Phu(3) perang dengan Perancis berakhir, dan disepakati bahwa negara ini harus dibagi dan Prancis akan menarik diri. Saya ingat pernah berbincang-bincang dengan para tentara Perancis. Banyak dari mereka datang ke Vietnam dan meninggal di Vietnam.

 

Tampilan Segar Agama Buddha

Pada tahun 1954 terjadi kebingungan yang serius di alam pikir rakyat Vietnam, khususnya orang muda, baik para bhikkhu, bhikkhuni, maupun praktisi awam. Pihak Utara terinspirasi oleh ideologi Marxis-Leninis, sementara di Selatan, Presiden Ngo Dinh Diem, seorang Katolik, berusaha untuk menjalankan negara dengan ideologi lain yang disebut “personalisme”. Tampak bahwa perang ideologi telah dimulai.

Buddhisme merupakan suatu tradisi yang sangat tua di Vietnam, dan sebagian besar rakyat memiliki benih Buddhis di dalam dirinya. Mr Ngoc Vu Cac, manajer sebuah koran harian, meminta saya untuk menulis serangkaian artikel tentang Buddhisme. Dia meminta saya untuk memberikan wawasan spiritual yang harus kita ambil untuk mengatasi kebingungan serius di negeri ini. Jadi saya menulis rangkaian sepuluh artikel dengan judul, “A Fresh Look at Buddhism.”

Dalam rangkaian sepuluh artikel inilah saya mengusulkan gagasan Engaged Buddhism – Buddhisme di bidang pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya. Jadi istilah Engaged Buddhism tercatat sejak 1954.

Pada saat itu saya tidak menggunakan mesin ketik, saya hanya menulis dengan cara kuno. Setelah itu mereka datang dan mengambil artikel, selanjutnya artikel tersebut selalu dicetak di halaman depan dengan judul besar berwarna merah. Koran itu terjual dengan amat sangat baik, karena orang-orang sedang kehausan. Mereka menginginkan bimbingan spiritual karena kebingungan yang demikian besarnya.

 

Teh Mawar dan Jagung Segar

Rangkaian artikel tersebut akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku di kemudian hari. Tidak lama kemudian, saya mengunjungi Hue Tam Duc, yang berada di kelas yang sama dengan saya di Institut Buddhis, ia adalah seorang editor di sebuah majalah Buddhis lainnya. Kuilnya terletak di sebuah pulau kecil di Sungai Parfum, Huong Giang, di mana mereka menanam sejenis jagung yang sangat lezat. Dia mengundang saya untuk tinggal beberapa minggu di kuilnya. Setiap pagi ia menyajikan teh dengan campuran sejenis mawar – ukuran bunganya sangat kecil, tapi aromanya menyenangkan ketika anda memasukkannya ke dalam teh. Setiap hari kami lakukan meditasi jalan melintasi daerah sekitar, dan kami membeli beberapa jagung segar. Dia “menyogok” saya dengan teh mawar dan jagung segar, dan dia ingin saya menulis seri artikel yang lain tentang Engaged Buddhism! [Tertawa]

Pada kenyataannya, saya menulis seri lain yang terdiri dari sepuluh artikel dengan judul “Buddhisme Hari Ini” yang juga bertema Engaged Buddhism. Seri ini diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh Le Vinh Hao, seorang sarjana yang tinggal di Paris. Judul yang ia gunakan untuk buku tersebut adalah Aujourd’hui le Boudhisme.

Pada tahun 1964 ketika saya mengunjungi Amerika untuk memberikan serangkaian kuliah, saya bertemu Thomas Merton(4), seorang biarawan Trappist, dan saya memberinya salinan Aujourd’hui le Boudhisme; kemudian ia menulis ulasannya.

 

Buddhisme yang Menapak Kehidupan

Pada 1963-64, saya mengajar Agama Buddha di Columbia University. Perjuangan yang dipimpin oleh kalangan Buddhis atas nama Hak Asasi Manusia mengakhiri rezim Presiden Diem. Mungkin Anda telah mendengar tentang Yang Mulia Thich Quang Duc, yang mengorbankan dirinya sendiri dengan api, dan berhasil menarik perhatian seluruh dunia terhadap berbagai pelanggaran HAM di Vietnam. Itu adalah gerakan tanpa kekerasan sepenuhnya demi Hak Asasi Manusia. Ketika rezim Diem jatuh, saya diminta oleh rekan-rekan sejawat saya untuk pulang dan membantu.

Jadi saya pulang. Saya mendirikan Universitas Van Hanh, dan menerbitkan sebuah buku berjudul Engaged Buddhism, kumpulan dari sekian banyak artikel yang saya tulis sebelumnya. Saya rasa ini pertama kalinya anda mendapatkan informasi ini. [Tertawa].

Ini terjadi pada awal tahun 1964. Saya telah menulis artikel-artikel ini sebelumnya, tapi saya menempatkan mereka bersama-sama dan diterbitkan dengan judul Engaged Buddhism, atau Dao Phat di vao cuoc doi. Cuoc doi di sini adalah “kehidupan” atau “masyarakat.” Di Vao berarti menapaki, Jadi inilah kata-kata yang digunakan untuk Engaged Buddhism dalam bahasa Vietnam: di vao cuoc doi, “menapaki kehidupan”, “kehidupan Sosial.”

Enam bulan kemudian saya menghasilkan buku lain, Dao Phat Hien dai hoa(5), “Buddhisme Terkini,” “Buddhisme yang diperbaharui.” Ini dalam bahasa Tiongkok – Buddhisme dibuat aktual, aktualisasi ajaran Buddha. Jadi semua istilah-istilah ini, semua dokumen ini, memiliki keterkaitan dengan apa yang kita sebut Engaged Buddhism. Setelah itu saya menulis buku lain – Buddhisme Hari Esok. [Tertawa]

Namun pada saat itu, nama saya dicekal oleh pemerintah Selatan, pemerintah anti-komunis, karena aktivitas-aktivitas saya untuk perdamaian, menyerukan rekonsiliasi antara Utara dan Selatan. Saya menjadi persona non grata(6). Saya tidak bisa pulang lagi, dan sayapun hidup di pengasingan.

Jadi buku saya, Buddhisme Masa Depan, tidak dapat diterbitkan di Vietnam dengan nama saya. Saya menggunakan nama Montagnard-Bsu Danlu. Anda mungkin bertanya-tanya dari manakah nama itu berasal. Pada tahun 1956 kami mendirikan sebuah pusat latihan di dataran tinggi Vietnam yang dinamai Wihara Daun Palem Wangi, Phuong Boi. Kami membeli tanah itu dari dua Montagnard(7), K’Briu dan K’Broi. Nama desa tempat Wihara Daun Palem Wangi terletak adalah Bsu Danlu.

 

Kebijaksanaan di Sini dan Sekarang

Saya terus menerbitkan buku-buku saya di Vietnam dengan nama lain. Saya menulis Sejarah Agama Buddha Vietnam dalam tiga volume tebal dan saya menggunakan nama Nguyen Lang. Jadi meskipun saya berada jauh dari negeri ini selama tiga puluh sembilan tahun, saya terus menulis buku dan beberapa diterbitkan di Vietnam dengan nama penulis yang berbeda-beda.

Sebagaimana telah kita pahami bersama, secara sederhana arti dari Engaged Buddhism adalah suatu jenis dari Buddhisme yang hadir dalam setiap momen kehidupan kita sehari-hari. Selagi anda menggosok gigi, ajaran Buddha hadir disana. Pada saat anda mengendarai mobil, ajaran Buddha ada disana. Ketika Anda berjalan di supermarket, ajaran Buddha hadir disana – sehingga anda tahu apa yang harus dibeli dan apa yang tidak!

Engaged Buddhism juga adalah jenis kebijaksanaan yang dapat merespon apapun yang terjadi di sini dan sekarang – pemanasan global, perubahan iklim, kerusakan ekosistem, kurangnya komunikasi, perang, konflik, bunuh diri, perceraian. Sebagai seorang praktisi kesadaran, kita harus menyadari apa yang sedang terjadi dalam tubuh kita, perasaan kita, emosi kita, dan lingkungan kita. Itulah Engaged Buddhism. Engaged Buddhism adalah jenis Buddhisme yang merespon apa yang terjadi di sini dan sekarang.

 

Empat Kebenaran Para Arya dengan Cara Baru

Kita dapat berbicara tentang Engaged Buddhism dengan menggunakan istilah Empat Kebenaran Para Arya. Kebenaran Pertama adalah dukkha, adanya derita. Secara tradisional guru-guru Buddhis berbicara tentang Kesunyataan Mulia Pertama dengan cara ini: usia tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan, berpisah dengan orang yang anda cintai adalah penderitaan. Meninggalkan semua orang yang anda cintai; berharap untuk sesuatu tetapi tidak pernah diraih. Tetapi ini adalah cara lama dalam menjelaskan Kebenaran Mulia Pertama. Sekarang karena kita berlatih kesadaran kita harus mengidentifikasi jenis penderitaan yang sesungguhnya hadir.

Pertama-tama kita tahu ada semacam ketegangan dalam tubuh, banyak stres. Kita dapat mengatakan bahwa penderitaan hari ini melibatkan ketegangan, stres, kegelisahan, ketakutan, kekerasan, keluarga berantakan, bunuh diri, perang, konflik, terorisme, kerusakan ekosistem, pemanasan global, dan lain-lain.

Kita harus sepenuhnya hadir di sini dan sekarang dan mengenali wajah sebenarnya dari derita.                Kecenderungan alamiah adalah melarikan diri dari penderitaan, dari adanya derita. Kita tidak ingin menghadapinya maka kita mencoba untuk melarikan diri. Tetapi Buddha telah menasihati kita untuk tidak melakukannya. Bahkan ia mendorong kita untuk melihat secara mendalam watak dari penderitaan untuk belajar lebih jauh. Ajaran-Nya adalah bahwa jika anda tidak memahami penderitaan, anda tidak dapat melihat jalan transformasi, jalan menuju penghentian penderitaan.

Kita semua tahu bahwa Kebenaran Mulia Pertama adalah adanya derita dan Kebenaran Mulia Keempat adalah jalan menuju penghentian derita. Tanpa memahami yang Pertama, anda tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk melihat jalan menuju penghentian dari derita.

Anda harus belajar untuk kembali pada kekinian untuk mengenali derita sebagaimana adanya, dan karena kita berlatih melihat secara mendalam terhadap Kebenaran Mulia Pertama, adanya derita, kita akan menemukan Kebenaran Mulia Kedua, akar atau pembuatan derita.

Masing-masing dari kita harus menemukan sendiri penyebab adanya derita. Misalkan kita berbicara tentang kehidupan kita yang sibuk – kita memiliki begitu banyak hal yang harus dilakukan, begitu banyak hal untuk dicapai. Sebagai politisi, pengusaha, bahkan seniman, kita ingin berbuat lebih banyak dan lebih dan lebih. Kita sangat mengharapkan kesuksesan. Kita tidak memiliki kapasitas untuk hidup secara mendalam setiap saat dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita tidak memberikan kesempatan pada tubuh kita untuk bersantai dan menyembuhkan.

Jika kita tahu bagaimana hidup seperti seorang Buddha, tinggal di saat ini, mempersilakan elemen yang menyegarkan dan menyembuhan untuk menembus, maka kita tidak akan menjadi korban dari stres, ketegangan, dan berbagai jenis penyakit.

Anda dapat mengatakan bahwa salah satu akar dari derita adalah ketidakmampuan kita menjalani kehidupan kita secara mendalam setiap saat.

Ketika kita memiliki demikian banyak ketegangan dan gangguan di dalam diri kita, kita tidak dapat mendengarkan orang lain. Kita tidak bisa menggunakan kata-kata yang penuh cinta kasih. Kita tidak dapat menghapus persepsi yang salah. Oleh karena itu persepsi yang salah menimbulkan rasa takut, kebencian, kekerasan, dan sebagainya. Kita harus mengidentifikasi penyebab derita kita. Ini adalah pekerjaan yang sangat penting.

Misalkan kita berbicara tentang bunuh diri, tentang keluarga yang hancur. Kita tahu bahwa ketika komunikasi menjadi sulit antara suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, orang tidak lagi bahagia. Banyak anak muda jatuh ke dalam keputusasaan dan bertekad untuk bunuh diri. Mereka tidak tahu bagaimana menangani rasa putus asa atau emosi mereka, dan mereka berpikir bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan penderitaan adalah dengan membunuh diri sendiri. Di Perancis setiap tahun sekitar 12.000 orang muda melakukan bunuh diri, hanya karena mereka tidak dapat menangani emosi mereka seperti keputusasaan. Dan orang tua mereka tidak tahu bagaimana melakukannya. Mereka tidak mengajari anak-anak mereka bagaimana menangani perasaan mereka, bahkan guru-guru di sekolah tidak tahu bagaimana membantu para siswanya untuk mengenal dan menguasai emosi-emosi mereka dengan lemah lembut.

Ketika orang tidak dapat berkomunikasi mereka tidak saling memahami atau tidak dapat melihat penderitaan orang lain dan tidak ada cinta, tidak ada kebahagiaan. Perang dan terorisme juga lahir dari persepsi yang salah. Teroris berpikir bahwa pihak lain berusaha untuk menghancurkan mereka sebagai sebuah agama, sebagai cara hidup, sebagai bangsa. Jika kita percaya bahwa orang lain berusaha membunuh kita maka kita akan mencari cara untuk membunuh orang lain tersebut terlebih dahulu agar kita tidak terbunuh.

Rasa takut, kesalahpahaman, dan persepsi yang salah adalah dasar dari semua tindakan kekerasan. Perang di Irak, yang disebut anti-teroris, tidak membantu untuk mengurangi jumlah teroris. Bahkan jumlah teroris meningkat sepanjang waktu karena perang. Untuk menghapus terorisme anda harus menghapus persepsi yang salah. Kita tahu betul bahwa pesawat terbang, senjata, dan bom tidak dapat menghapus persepsi yang salah. Hanya kata-kata yang penuh cinta kasih dan mendengarkan dengan penuh kasih sayang yang dapat membantu orang memperbaiki persepsi yang salah. Tapi sayangnya para pemimpin kita tidak terlatih dalam disiplin itu dan mereka bergantung pada angkatan bersenjata untuk menghapus terorisme.

Jadi dengan melihat secara mendalam kita dapat melihat pembuatan derita mula, akar dari derita mula, dengan cara mengakui derita mula sebagai kebenaran dan melihat secara mendalam wataknya.

Kebenaran Mulia Ketiga adalah penghentian derita mula, yang berarti hadirnya kebahagiaan mula- seperti sirnanya kegelapan berarti hadirnya cahaya. Bila kebodohan tidak lagi hadir, munculah kebijaksanaan. Bila Anda menggusur kegelapan, disana ada cahaya. Jadi penghentian derita mula berarti hadirnya kebahagiaan mula, yang merupakan kebalikan dari Kebenaran Mulia Pertama.

Ajaran Buddha menegaskan kebenaran bahwa kebahagiaan adalah mungkin. Karena adanya penderitaan, maka kebahagiaan adalah mungkin. Jika derita yang digambarkan pertama dalam istilah ketegangan, stres, depresi, maka kebahagiaan digambarkan sebagai kelegaan, kedamaian, relaksasi, la détente(8). Dengan tubuh, nafas, kaki, dan kesadaran, anda dapat mengurangi ketegangan dan menghadirkan relaksasi, kelegaan, kedamaian.

Kita dapat berbicara tentang Kesunyataan Mulia Keempat dalam istilah-istilah yang sangat konkret. Metode praktik memungkinkan kita untuk mengurangi ketegangan, stres, ketidakbahagiaan, seperti terlihat dalam Kesunyataan Mulia Keempat, jalan. Guru-guru Dharma hari ini mungkin ingin menyebutnya jalan kebahagiaan. Penghentian derita berarti awal dari kebahagiaan – begitu sederhana!

 

Dari Suku-Suku hingga Demokrasi

Saya ingin kembali sedikit ke sejarah Engaged Buddhism.

Di tahun seribu sembilan ratus lima puluhan saya mulai menulis karena rakyat membutuhkan arahan spiritual untuk membantu mengatasi kebingungan mereka. Suatu hari saya menulis tentang hubungan antara keyakinan agama dan cara kita mengatur masyarakat. Saya menggambarkan sejarah evolusi masyarakat.

Pertama, masyarakat kita ini diselenggarakan dalam kelompok-kelompok orang yang disebut suku. Seiring waktu, beberapa suku akan datang bersama-sama dan akhirnya kami mendirikan kerajaan, dengan seorang raja. Lalu saatnya tiba ketika kita sudah merasa cukup dengan para raja dan kita ingin menciptakan demokrasi atau republik.

Keyakinan agama kita telah berubah di sepanjang jalan. Pertama-tama, kita punya sesuatu yang pararel dengan pembentukan suku – politeisme, keyakinan bahwa ada banyak dewa dan setiap dewa memiliki kekuatan. Anda bebas untuk memilih salah satu dewa untuk disembah, dan dewa yang akan melindungi Anda terhadap allah lain dan suku-suku lainnya.

Ketika kita membentuk kerajaan, maka cara kita berkeyakinan juga berubah – monoteisme. Hanya ada satu Allah, Allah yang paling kuat, dan kita harus hanya menyembah satu Tuhan dan bukan banyak dewa.

Ketika kita sampai pada demokrasi, tidak ada lagi raja. Semua orang adalah setara dengan orang lainnya, dan kita saling mengandalkan untuk hidup. Itulah mengapa monoteisme berubah dengan kepercayaan dalam saling ketergantungan – interbeing – di mana tidak ada lagi Tuhan. Kita bertanggung jawab penuh atas hidup kita, atas dunia kita, atas planet kita. Saya menulis hal-hal seperti itu selama saya mencoba untuk membangun Engaged Buddhism.

 

Kelahiran Orde Interbeing

Pada tahun 1964, kami mendirikan Ordo Interbeing. Kelahiran Orde Interbeing ini sangat berarti. Kita hanya perlu mempelajari Empat belas Sila atau Pelatihan Kesadaran untuk memahami mengapa dan bagaimana Orde Interbeing didirikan.

Pada saat itu perang sedang terjadi sangat sengit. Itu adalah konflik antar ideologi. Utara dan Selatan masing-masing memiliki ideologi mereka sendiri, satu sisi adalah Marxisme-Leninisme, yang lainnya personalisme dan kapitalisme. Kami tidak hanya bertarung dengan ideologi yang diimpor dari luar, tetapi kita juga berjuang dengan senjata yang diimpor dari luar – senjata dan bom dari Rusia, Cina, dan Amerika. Sebagai umat Buddha yang berlatih perdamaian dan rekonsiliasi, persaudaraan, kami tidak menginginkan perang seperti itu. Anda tidak bisa menerima perang di mana saudara membunuh saudara dengan ideologi dan senjata yang diimpor dari luar.

Ordo Interbeing lahir sebagai gerakan perlawanan spiritual. Ini didasarkan sepenuhnya pada ajaran Buddha. Pelatihan Kesadaran Pertama –Tanpa Kemelekatan terhadap berbagai pandangan, bebas dari semua ideologi – adalah jawaban langsung untuk perang, dimana semua orang sudah siap mati dan membunuh karena keyakinan mereka.

Pelatihan Kesadaran pertama: “Menyadari penderitaan yang diciptakan oleh fanatisme dan intoleransi, kami bertekad untuk tidak menjadikan berhala atau terikat pada doktrin, teori, atau ideologi, bahkan Buddhis sekalipun… ”

Ini adalah auman singa!

“Ajaran Buddha sarana untuk membimbing yang membantu kita belajar untuk melihat secara mendalam dan mengembangkan pemahaman dan kasih sayang kita, bukan doktrin untuk melawan, membunuh, atau mati demi-Nya. ”

Ajaran Buddha dari Sutra Nipata tentang pandangan adalah sangat jelas. Kita seharusnya tidak melekat pada pandangan apapun, kita harus melampaui semua pandangan.

Pandangan Benar, pertama-tama, berarti ketiadaan dari semua pandangan. Kemelekatan terhadap pandangan adalah sumber penderitaan. Misalkan Anda naik di tangga, dan pada langkah keempat Anda berpikir Anda sudah pada tingkat tertinggi. Kemudian Anda terjebak! Anda harus melepaskan langkah keempat agar bisa naik sampai langkah kelima. Untuk menjadi ilmiah, para ilmuwan harus melepaskan apa yang telah mereka temukan untuk tiba ke sebuah kebenaran yang lebih tinggi. Ini adalah ajaran Buddha: Ketika Anda mempertimbangkan sesuatu sebagai kebenaran dan anda melekat padanya, anda harus melepaskannya untuk pergi ke arah yang lebih tinggi.

Semangat dasar dari ajaran Buddha adalah ketidakmelekatan terhadap pandangan. Kebijaksanaan bukanlah pandangan. Kita harus siap untuk melepaskan ide-ide kita sehingga kebijaksanaan sejati menjadi mungkin. Misalnya Anda memiliki gagasan tentang ketidakkekalan, interbeing, tanpa aku, Empat Kebenaran Mulia. Yang mungkin berbahaya, adalah karena ini hanyalah pandangan saja. Anda sangat bangga bahwa Anda tahu sesuatu tentang Empat Kebenaran Mulia, tentang interbeing, tentang asal mula yang saling bergantungan, tentang kesadaran, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Namun ajaran-ajaran tersebut hanyalah sarana bagi anda untuk mendapatkan kebijaksanaan. Jika Anda melekat pada ajaran-ajaran ini, anda tersesat.  Ajaran tentang ketidakkekalan, tanpa aku, interbeing, adalah untuk membantu anda mendapatkan kebijaksanaan dari ketidakkekalan, tanpa aku dan interbeing.

Buddha berkata, “Ajaranku ibarat jari yang menunjuk rembulan. Kamu harus terampil. Kamu melihat ke arah yang ditunjuk jari saya, dan kamu dapat melihat rembulan. Jika kamu anggap jari saya sebagai rembulan, kamu tidak akan pernah melihat bulan “Jadi bahkan Buddha Dharma bukanlah kebenaran itu sendiri, ia adalah alat bagi anda untuk mencapai kebenaran. Hal ini sangat mendasar dalam Buddhisme.

Perang adalah hasil dari kemelekatan terhadap pandangan, fanatisme. Jika kita melihat secara mendalam pada sifat perang di Irak, kita bisa melihat bahwa itu juga merupakan perang agama. Orang yang menggunakan kepercayaan agama untuk mendukung perang. Bush ini didukung oleh banyak [sayap kanan Kristen] penginjil. Pejuang dan teroris di Irak yang didukung oleh keyakinan Muslim mereka. Jadi ini bisa juga disebut perang agama. Perdamaian tidak bisa ada jika kita memelihara fanatisme terhadap pandangan-pandangan kita.

Teratai di Lautan Api

Pada tahun 1965 saya menulis sebuah buku kecil mengenai perang di Vietnam, Vietnam: Teratai di Lautan Api, yang diterbitkan oleh Hill dan Wong di Amerika. Perang yang berkecamuk di Vietnam adalah lautan api. Kami saling membunuh satu dengan yang lain; kami mempersilakan para pengebom dari Amerika datang dan menghancurkan hutan-hutan kami, rakyat kami. Kami membiarkan senjata-senjata dari Tiongkok dan Rusia datang. Tapi ajaran Buddha pada masa itu berusaha melakukan sesuatu. Di antara kami yang tidak setuju dengan perang ingin melakukan sesuatu untuk melawan perang.

Buddhis tidak memiliki stasiun radio maupun televisi. Saat itu tidak ada jalan bagi mereka untuk mengekspresikan dirinya.

Siapapun yang mendengar, jadilah saksiku:

Aku tidak menyetujui perang ini,

Biar aku katakan ini sekali lagi sebelum aku mati.

 

Ini adalah baris-baris dalam puisiku.

 

Musuh kita bukanlah manusia

Musuh kita adalah kebencian, kefanatikan, kekerasan.

Musuh kita bukanlah manusia.

 

Jika kita membunuh manusia, dengan siapa kita akan hidup?

 

Gerakan perdamaian di Vietnam benar-benar membutuhkan dukungan internasional, tapi kalian tidak akan mendengar kami dari sana. Terkadang kami harus membakar diri sendiri hidup-hidup untuk memberitahu kalian bahwa kami tidak menginginkan perang ini. Tolong hentikan perang ini,  pembunuhan antar saudara sendiri ini! Ajaran Buddha ibarat sekuntum bunga Teratai yang berusaha bertahan di dalam lautan api.

Saya menerjemahkan buku tersebut ke dalam bahasa Vietnam, dan seorang sahabat Amerika di gerakan perdamaian membantu membawanya ke Vietnam. Buku itu kemudian dicetak secara sembunyi-sembunyi dan banyak anak-anak muda berusaha mengedarkannya sebagai bentuk perlawanan.

Saudari Chan Khong, yang saat itu adalah seorang professor Biologi di Universitas Hue, membawa cetakan buku tersebut ke Hue untuk seorang sahabat. Ia akhirnya ditahan dan dipenjara karena memiliki cetakan dari buku tersebut. Di kemudian hari ia dipindahkan ke penjara di Saigon.

 

Sekolah Pemuda untuk Pelayanan Sosial

Teman-teman muda datang kepada saya dan meminta saya untuk mempublikasikan puisi saya tentang perdamaian. Mereka menyebutnya puisi anti-perang. Saya bilang oke, jika kalian ingin melakukannya, silakan lakukan. Mereka mengumpulkan sekitar lima puluh atau enam puluh puisi saya tentang topik ini dan menyerahkannya kepada pemerintah Vietnam Selatan. Lima puluh lima dari puisi disensor. Hanya beberapa yang tersisa. Tapi teman-teman kita tidak berkecil hati dan mereka mencetak sendiri puisi tersebut dari bawah tanah.

Buku puisi dijual sangat, sangat cepat. Bahkan beberapa intelijen dari kepolisian menyukainya, karena mereka juga menderita akibat perang. Mereka akan pergi ke toko buku dan berkata, “Kamu tidak boleh memajangnya seperti ini! Kamu harus menyembunyikannya di belakang meja! ” [Tertawa]

Stasiun radio di Saigon, Hanoi dan Beijing mulai menyerang puisi tersebut karena menyerukan perdamaian. Tidak ada yang menginginkan perdamaian. Mereka ingin bertempur sampai akhir.

Pada tahun 1964 kami juga mendirikan Sekolah Pemuda untuk Pelayanan Sosial. Kami melatih ribuan orang muda, termasuk para biksu dan biksuni, untuk pergi ke pedesaan dan membantu para petani membangun kembali desa mereka. Kami membantu mereka dalam empat aspek: pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan organisasi. Pekerja sosial kami pergi ke sebuah desa dan bermain dengan anak-anak dan mengajar mereka cara membaca, menulis dan bernyanyi.

Ketika orang-orang di desa itu menyukai kami, kami menyarankan membangun sekolah untuk anak-anak. Satu keluarga memberikan beberapa batang bambu. Keluarga lain membawa daun kelapa untuk bahan membuat atap. Kemudian kami mulai memiliki sebuah sekolah. Para pekerja kami tidak menerima gaji. Setelah mendirikan sekolah di desa, kami mendirikan apotik di mana kami dapat menyalurkan obat-obatan dasar untuk membantu rakyat. Kami bawa mahasiswa-mahasiswa kedokteran atau dokter ke dalam desa dan berusaha membantu satu atau dua hari. Kami juga menyelenggarakan koperasi dan mencoba mengajar masyarakat jenis kerajinan yang dapat mereka buat untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Kami harus mulai dengan diri sendiri, dari akar rumput. Sekolah Pemuda untuk Pelayanan Sosial didirikan dengan semangat bahwa kita tidak perlu menunggu pemerintah.

 

Sebuah Organisasi Pemuda Baru di Eropa

Kami melatih banyak anak-anak muda, termasuk para biksu muda dan biarawati. Akhirnya kami memiliki lebih dari sepuluh ribu pekerja yang bekerja dari Quang Tri hingga ke selatan. Selama perang kami menyokong lebih dari sepuluh ribu anak yatim. Itu adalah bagian dari Engaged Buddhism – orang-orang muda.

Tahun ini kami berniat untuk mendirikan sebuah organisasi Buddhis muda di Eropa: Buddhis Muda untuk Masyarakat yang Lebih Sehat dan Pengasih. Jadi banyak anak muda telah datang kepada kami, untuk retret kami di Eropa, Amerika, dan Asia. Sekarang kita ingin mengatur mereka. Mereka akan menggunakan Lima Pelatihan Kesadaran sebagai praktik mereka, dan akan melibatkan diri ke dalam masyarakat – untuk membantu menghasilkan masyarakat yang sehat, dan juga lebih pengasih.

Jika kawan-kawan saya di sini terinspirasi oleh ide itu, maka silakan, ketika Anda pulang, mengundang kaum muda untuk membentuk sebuah kelompok Buddhis Muda untuk Masyarakat yang Lebih Sehat dan Pengasih.

Bulan lalu kami pergi ke Italia, dan kami memiliki satu hari berlatih dengan orang-orang muda di kota Napoli [Naples]. Lima ratus orang muda laki dan perempuan hadir untuk berlatih bersama kami, loved it! Mereka siap untuk terlibat dalam praktik perdamaian, membantu untuk menghasilkan masyarakat yang lebih sehat, yang lebih pengasih.

Para biksu dan biksuni muda kita juga akan terlibat dalam organisasi tersebut.

 

Yayasan untuk Institut Buddhisme Terapan

Kami juga telah mendirikan Institut Buddhisme Terapan Eropa. Saya berharap bahwa selama retret ini, Suster Annabel, Chan Duc, akan menawarkan presentasi tentang Institut Buddhisme Terapan. Kita akan memiliki kampus di Amerika dan Asia juga. Setiap orang yang telah berhasil menyelesaikan retret tiga bulan di Plum Village atau Taman Rusa akan diberikan sertifikat yang dikeluarkan oleh European Institute of Applied Buddhisme.

Institut Buddhisme Terapan akan menawarkan program menarik. Anda mungkin ingin membantu mengatur kursus di daerah anda, kami akan mengirimkan guru Dharma. Salah satu contoh adalah program dua puluh satu hari untuk pria dan wanita muda yang sedang mempersiapkan untuk membentuk sebuah keluarga. Di sana mereka belajar bagaimana membuat kehidupan suami-istri mereka menjadi sukses.

Akan ada kursus untuk mereka yang telah didiagnosa dengan AIDS atau kanker, sehingga mereka dapat belajar bagaimana menjalani hidup dengan penyakit mereka. Jika Anda tahu bagaimana menerima dan hidup dengan penyakit Anda, maka Anda bisa hidup dua puluh, tiga puluh tahun lagi.

Akan ada program untuk pengusaha, untuk guru sekolah, dan sebagainya.

Jenis sertifikat akan membantu Anda untuk menjadi seorang guru Dharma resmi. Suatu hari Anda mungkin akan terinspirasi untuk menjadi guru Dharma, untuk pergi keluar dan membantu orang, menjadi kelanjutan dari Buddha.

Saat ini kita menggunakan istilah “Buddhisme Terapan,” yang hanyalah cara lain untuk mengacu pada Engaged Buddhism.

 

Sumber:

Ceramah Dharma oleh Thich Nhat Hanh Hanoi, Vietnam, 6-7 Mei 2008

Ditranskrip oleh Sever Greg, diedit oleh Janelle Combelic dan Sister Annabel.

Terjemahan dan catatan kaki oleh Eddy Setiawan, M.Si.

LEAVE A REPLY